Mereka semua meriwayatkan dari Nāfiʿ,
dari Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam dengan redaksi tersebut,
yakni tentang hadis Qazaʿ atau larangan Qazaʿ.
Apa hukum asal Qazaʿ?
Makruh? Apa dalilnya?
Ijmak? Siapa yang mengatakannya?
Qazaʿ hukum asalnya makruh.
Ada ijmak yang dinukil oleh beberapa ulama,
Di antara mereka adalah an-Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim,
dan termasuk juga aṯ-Ṯībi dalam syarah Misykāt al-Maṣābīẖ
Masalah-masalah larangan, khususnya
yang terkait dengan adab, tidak selayaknya terburu-buru
dalam memastikan keharamannya.
Harus dilakukan penelitian mendalam dulu terhadap nukilan-nukilan ijmak,
karena dalam banyak kasus,
para pembicara belakangan ini berbicara
dan mengatakan haram,
tapi kemudian kalian dapati bahwa ada beberapa ulama menukil ijmak,
seperti masalah ini.
Dia berkata, “Jika melakukan Qazaʿ disertai
perbuatan lain, seperti menyerupai orang-orang kafir dan fasik,
apakah hukumnya berubah menjadi haram
atau tetap makruh?”
Di antara hal yang harus diperhatikan,
bahwa hukum itu dilihat berdasarkan hakikat aslinya,
bukan berdasarkan unsur-unsur lain dari luar,
karena unsur-unsur lain di luar sesuatu
terkadang bisa masuk padanya dan membuat hukumnya haram
walaupun hukum asalnya adalah boleh,
seperti hukum salat pada waktu larangan
menurut ulama yang mengharamkannya
atau menghukuminya makruh.
Namun hukum asal salat adalah boleh secara syariat,
tapi karena ada unsur dari luar, yaitu waktu,
yang merupakan waktu larangan (salat),
maka ia menimbulkan hukum lain.
Adapun yang kita sebutkan tadi
adalah hukum Qazaʿ berdasarkan hukum asalnya,
adapun jika berdasarkan unsur-unsur lain,
maka hukumnya sesuai dengan hukum dalam unsur tersebut,
jika hukumnya haram maka haram,
dan jika makruh maka makruh.
====
كُلُّهُمْ عَنْ نَافِعٍ
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ
يَعْنِي فِي حَدِيثِ الْقَزَعِ… النَّهْيِ عَنِ الْقَزَعِ
مَا حُكْمُ… مَا حُكْمُ الْقَزَعِ؟
مَكْرُوهٌ ؟ مَا الدَّلِيلُ؟
إِجْمَاعٌ ؟ مَنْ ذَكَرَهُ؟
الْقَزَعُ مَكْرُوهٌ
نَقَلَ الْإِجْمَاعُ عَلَيْهِ غَيْرُ وَاحِدٍ
مِنْهُمُ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ
وَمِنْهُمُ الطِّيبِيُّ فِي شَرْحِ مِشْكَاةِ الْمَصَابِيحِ
وَالْمَسَائِلُ الْمَنَاهِي خَاصَّةً
الْمُتَعَلِّقَةٌ بِالْآدَابِ لَا يَنْبَغِي الْمُبَادَرَةُ
فِي الْجَزْمِ بِالتَّحْرِيمِ فِيهَا
لَا بُدَّ مِنْ إِدْمَانِ الْبَحْثِ فِي مَوَاضِعِ الْإِجْمَاعِ
فَكَثِيرًا مِنْهَا
يَتَكَلَّمُ بَعْضُ الْمُتَكَلِّمِينَ مِنَ الْمُتَأَخِّرِينَ
يَذْكُرُونَ التَّحْرِيمَ
ثُمَّ تَجِدُ غَيْرَ وَاحِدٍ يَنْقُلُ الْإِجْمَاعَ فِيهَا
كَهَذِهِ الْمَسْأَلَةِ
يَقُولُ: إِذَا اقْتَرَنَ مَعَ فِعْلِ الْقَزَعِ
مَعْنًى زَائِدٌ مِثْلُ التَّشَبُّهِ بِالْكُفَّارِ وَالْفَسَقَةِ
هَلْ يَنْتَقِلُ الْحُكْمُ إِلَى التَّحْرِيمِ
أَمْ يَبْقَى عَلَى الْكَرَاهَةِ؟
مِمَّا يَنْبَغِي مُلَاحَظَتُهُ
أَنَّ الْأَحْكَامَ يُنْظَرُ إِلَيْهَا بِاعْتِبَارِ ذَوَاتِهَا
لَا بِاعْتِبَارِ الْأَعْرَاضِ الْخَارِجَةِ عَنْهَا
فَإِنَّ الْأَعْرَاضَ الْخَارِجَةَ عَنِ الشَّيْءِ
قَدْ تَدْخُلُ عَلَيهِ فَتَجْعَلُهُ حَرَامًا
وَإِنْ كَانَ فِي أَصْلِهِ مَذْنُونًا بِهِ
كَالصَّلَاةِ فِي وَقْتِ النَّهْيِ
عِنْدَ مَنْ يَقُولُ بِتَحْرِيمِهَا
أَوْ يَقُولُ بِكَرَاهَتِهَا
فَأَصْلُ الصَّلَاةِ مَأْذُونٌ بِهَا شَرْعًا
لَكِنْ لِوَصْفٍ خَارِجٍ وَهُوَ الْوَقْتُ
وَأَنَّهُ مَنْهِيٌّ عَنْهُ
اكْتَسَبَتْ حُكْمًا آخَرَ
فَالَّذِي ذَكَرْنَاهُ
بِاعْتِبَارِ الْقَزَعِ فِي أَصْلِهِ
أَمَّا بِاعْتِبَارِ الْأَوْصَافِ الْأُخْرَى
فَبِاعْتِبَارِ مَا لِتِلْكَ الْأَوْصَافِ مِنَ الْأَحْكَامِ
إِنْ كَانَ التَّحْرِيمُ تَحْرِيمًا
وَإِنْ كَانَتِ الْكَرَاهَةُ كَرَاهَةً